Bagi generasi yang tumbuh besar di era 90-an, deretan film dari dekade tersebut punya tempat spesial di hati. Tak bisa dimungkiri, ada bias personal di sini, namun film-film 90-an memang memiliki keunikan tersendiri. Setiap era sinema tentu punya cita rasa berbeda, tetapi 90-an adalah masa transisi krusial, di mana tradisi lama berpadu dengan metode modern awal abad ke-21. Inilah yang membuat sinema 90-an begitu istimewa.
10. Puncak Efek Praktis, Awal Mula CGI
Dekade 90-an menjadi saksi bisu penetrasi Computer Graphics (CG) ke ranah perfilman arus utama. Dimulai dengan pionir seperti “The Abyss” dan “Terminator 2: Judgment Day”, hingga memuncak pada blockbuster sarat CG macam “The Matrix” di penghujung dekade.
Namun, di samping lahirnya era CG, 90-an juga menjadi puncak keemasan pengalaman efek praktis selama berpuluh tahun. Hasilnya? Film-film seperti “Total Recall”, “Jurassic Park”, dan “Death Becomes Her” menyuguhkan efek praktis yang memukau, meski terkadang disisipi CGI yang mungkin masih agak “culun” di beberapa bagian. Kini, kita bersyukur melihat efek praktis kembali marak, diperkuat dengan CGI yang jauh lebih matang untuk menyempurnakan VFX (Visual Effects) langsung di kamera, memberikan kombinasi terbaik dari dua dunia.
9. Masa Kejayaan Budaya Penyewaan VHS
Meskipun penyewaan kaset VHS sudah populer di tahun 80-an, kepemilikan VCR mencapai puncaknya menjelang tahun 2000. Dan pada tahun 2001, penjualan DVD resmi melampaui VHS untuk pertama kalinya. Singkatnya, tahun 90-an adalah era di mana penyewaan VHS dan kepemilikan VCR benar-benar ngehits.
Secara obyektif, VHS adalah format yang buruk. Bagi yang sempat merasakan LaserDisc di tahun 90-an, kelemahan VHS terasa begitu menyakitkan. Namun, tak ada yang bisa mengalahkan sensasi pergi ke toko penyewaan pada Jumat malam, menelusuri rak-rak kaset, mencari tontonan untuk akhir pekan.
Khususnya, pilihan film direct-to-video yang “amburadul” di 90-an, seolah mendefinisikan era tersebut bagi banyak orang. Selalu ada promo paket di mana Anda bisa menyewa film murah bersama rilis terbaru. Anda hanya melihat sampul, membaca blurb, dan tetap tak tahu apa yang akan didapat. Tanpa internet, tanpa ulasan, pengalaman ini benar-benar luar biasa.
Salah satu contoh ikonik era ini adalah “Jurassic Park” (1993), sebuah petualangan fiksi ilmiah yang disutradarai Steven Spielberg. Film ini menjadi bukti nyata perpaduan efek praktis dan CGI awal, menampilkan dinosaurus yang memukau dan jajaran pemain bertalenta seperti Sam Neill, Laura Dern, Jeff Goldblum, dan Richard Attenborough.
8. Soundtrack yang Benar-Benar “Slap”
Tak bisa dimungkiri, musik tahun 80-an memang luar biasa. Namun, ada perubahan signifikan dalam kancah musik di tahun 90-an, dan soundtrack film merefleksikannya. Ada alasan mengapa hampir setiap film modern kini menampilkan musik 90-an, meskipun seringkali diubah menjadi lebih lambat atau dinyanyikan dengan nada melankolis.
Dulu, banyak yang merekam musik dari kredit akhir film seperti “The Fifth Element” dan “Men in Black” dari VHS ke kaset. Bahkan hingga kini, soundtrack film 90-an masih banyak didengarkan di layanan streaming musik seperti Spotify.
7. Blockbuster “Nyentrik” Tanpa Kompromi
Memang banyak film atau serial “aneh” belakangan ini, tapi rasanya terlalu “aman” dibandingkan dengan apa yang muncul di tahun 90-an. Kita bicara film-film “nyeleneh” seperti “Strange Days”, “The Mask”, “Fear And Loathing in Las Vegas”, “Pi”, “Jacob’s Ladder”, “Dark City”, dan masih banyak lagi. Jika punya isu dengan kegelisahan eksistensial, mungkin dekade ini patut dilewatkan.
“Dark City” (1998) adalah contoh sci-fi mystery arahan Alex Proyas yang sangat kental dengan nuansa eksistensial dan visual yang unik. Film ini, dibintangi Rufus Sewell, William Hurt, Kiefer Sutherland, dan Jennifer Connelly, menjadi bukti keberanian 90-an dalam menyajikan karya yang tak biasa.
6. Estetika Film yang “Berbutir” dan Mirip Mimpi
Tahun 90-an bisa dibilang awal mula akhir era film analog. Memasuki tahun 2000-an, Hollywood mulai merangkul teknologi rekaman digital dan trik cerdas seperti color-grading, yang dimungkinkan dengan menggunakan bit digital alih-alih kristal perak untuk merekam cahaya.
Film-film 90-an punya tampilan yang khas dan berbeda dari film 80-an, terlepas dari apakah mereka sama-sama berbasis film analog. Ada kualitas seperti mimpi dalam film-film ini yang belum pernah berhasil ditiru oleh era lain.
5. Bintang Film yang Benar-Benar Berpengaruh
Sulit untuk tidak mengingat 90-an bukan hanya sebagai era film-film ikonik dan tunggal, tetapi juga sebagai masa yang didorong oleh kepribadian para aktor itu sendiri. Saat ini, peran aktor dalam pemasaran atau kepribadian film mungkin tidak sebesar dulu. Namun di tahun 90-an, nama-nama seperti Stallone, Van Damme, atau (percaya atau tidak) Segal seringkali berbagi porsi poster film yang hampir sama dengan judul film itu sendiri. Contohnya, “Terminator 2” yang dibintangi Arnold Schwarzenegger menjadi ikon film laga 90-an.
4. Perpaduan Genre dan Estetika “Keren” yang Menjadi Norma
Tradisi ini memang bertahan, tetapi 90-an adalah masa yang indah untuk perpaduan genre dan eksperimen dengan tropi yang telah usang selama abad ke-20. Kita mendapatkan horor-komedi, aksi-fiksi ilmiah, dan banyak mashup menarik lainnya. Itu juga merupakan puncak genre “90s cool”, dengan film-film seperti “Blade” dan “The Matrix” yang mencontohkan estetika kulit dan kacamata hitam.
3. Blockbuster Anggaran Menengah
Meskipun masih terjadi hari ini, film beranggaran menengah yang sukses besar itu cukup langka. Dan apakah masih ada film beranggaran menengah saat ini? Tahun 90-an punya banyak contoh film yang tidak mahal untuk dibuat, tetapi menjadi hits besar yang sangat menguntungkan. Sekarang, sepertinya studio menghabiskan lebih banyak uang dari sebelumnya untuk film beranggaran besar dan nyaris impas setelah memperhitungkan pemasaran dan potongan tiket bioskop.
Di tahun 90-an, kita punya film-film seperti “Pretty Woman”, “Home Alone”, “Kindergarten Cop”, dan, tentu saja, film pertama yang ditonton di bioskop: “Teenage Mutant Ninja Turtles”. Selama bertahun-tahun, “Teenage Mutant Ninja Turtles” menjadi film independen paling menguntungkan dalam sejarah. Film-film ini membutuhkan biaya pembuatan yang sederhana, tetapi merupakan karya luar biasa yang dihargai secara fantastis. Jika melihat daftar film terlaris tahun 2010-an, biaya pembuatan setiap judul di daftar tersebut mungkin setara dengan gabungan sepuluh film beranggaran menengah teratas di era 90-an.
2. Logika Plot Pra-Internet
Di tahun 90-an, sebagian besar orang tidak punya smartphone. Mereka tidak punya akses internet rumah, dan tidak ada drone penyelamat yang akan datang. Realitas ini memudahkan penulisan cerita yang bagus dalam genre seperti horor atau suspense, yang kini sudah tidak relevan di zaman modern. Ada alasan mengapa film horor sekarang cenderung berlatar waktu sebelum semua teknologi canggih ini membuat plot menjadi tidak masuk akal. Satu-satunya alternatif adalah menemukan alasan mengapa semua ponsel karakter harus berhenti berfungsi di lima menit pertama film.
1. Sang “Trailer Voice Guy”
Trailer film sekarang udah enggak kayak dulu. Selain seringkali membocorkan seluruh plot film, trailer modern juga terlalu serius. Contohnya, suara “In a world…” yang khas di trailer film sudah hampir punah. Jika tidak tahu maksudnya, coba dengarkan salah satu trailer favorit sepanjang masa: “Tomorrow Never Dies” (https://www.youtube.com/watch?v=kGgLqT90_d4).
Itulah cara menggoda penonton dan menjelaskan cukup plot untuk membuatnya menarik. Kita butuh pria dengan suara dramatis yang “anti-ASMR” menjelaskan detail film langsung ke telinga. Jelas kita meninggalkan beberapa hal di tahun 90-an yang perlu kembali!