Akar Permasalahan Konflik Kamboja Thailand
Akar Permasalahan Konflik Kamboja Thailand. Thailand dan Kamboja, dua negara bertetangga di Asia Tenggara, kembali terlibat konflik bersenjata yang mengejutkan dunia internasional. Padahal, keduanya dikenal sebagai destinasi wisata favorit banyak orang, terutama wisata sejarah yang memukau seperti Angkor Wat di Kamboja dan pantai-pantai indah di Thailand. Lantas, apa sebenarnya yang membuat dua negara ini berperang? Mari kita bahas lebih jauh.
Akar Permasalahan Lama
Sebenarnya, konflik antara Thailand dan Kamboja ini bukanlah sesuatu yang baru. Perselisihan bermula sejak era kolonial ketika Prancis, yang saat itu menjajah Kamboja, menentukan perbatasan wilayah kedua negara pada tahun 1907. Dalam penentuan batas tersebut, candi Preah Vihear, situs bersejarah yang penting secara budaya, jatuh ke wilayah Kamboja.
Namun, pihak Thailand tidak pernah benar-benar menerima keputusan ini. Mereka tetap menganggap wilayah sekitar Preah Vihear sebagai miliknya, sehingga konflik terus menerus terjadi, bahkan setelah Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan candi tersebut resmi milik Kamboja pada tahun 1962.
Simbol Nasionalisme yang Sensitif
Candi Preah Vihear bukan hanya tempat wisata biasa. Ia merupakan lambang kebanggaan nasional bagi kedua negara. Bagi rakyat Kamboja, candi ini adalah bukti kejayaan peradaban Khmer di masa lalu. Sementara itu, bagi sebagian warga Thailand, wilayah ini dianggap sebagai bagian penting dari sejarah kerajaan Siam kuno. Perasaan nasionalisme yang tinggi di kedua negara sering kali memperkeruh suasana ketika isu ini kembali muncul ke permukaan.

Kronologi Konflik Terbaru
Ketegangan terbaru dimulai pada akhir Mei 2025, ketika terjadi bentrokan kecil yang menyebabkan seorang tentara Kamboja tewas. Insiden ini memicu saling tuduh di antara kedua negara, hingga akhirnya situasi memburuk drastis. Thailand menutup sejumlah perbatasan, sedangkan Kamboja membalas dengan melarang impor produk Thailand.
Puncaknya terjadi pada Juli 2025, di mana konflik militer benar-benar pecah dengan Thailand melancarkan serangan udara menggunakan jet tempur F-16 sebagai balasan atas serangan roket dari Kamboja. Peristiwa ini menyebabkan puluhan korban jiwa dan lebih dari seratus ribu warga mengungsi dari wilayah perbatasan.
Faktor Politik Internal
Tidak bisa dipungkiri, politik dalam negeri juga memainkan peran besar dalam konflik ini. Situasi politik di Thailand dan Kamboja yang sedang tidak stabil membuat elit politik menggunakan sentimen nasionalisme ini untuk mengalihkan perhatian publik dari persoalan domestik. Konflik pribadi antara elite politik Thailand dan Kamboja semakin memperumit penyelesaian konflik.
Dampak Kemanusiaan dan Reaksi Dunia
Akibat bentrokan ini, puluhan ribu warga sipil menjadi korban. Rumah-rumah hancur, aktivitas ekonomi terhenti, dan hubungan diplomatik antara dua negara semakin memburuk. Kondisi ini membuat banyak negara, termasuk anggota ASEAN, Amerika Serikat, dan Tiongkok, menyerukan perdamaian dan mendorong gencatan senjata segera.
Menuju Solusi Damai
Pada akhir Juli 2025, langkah positif mulai terlihat dengan adanya upaya mediasi internasional yang dipimpin oleh Malaysia. Thailand dan Kamboja menyetujui gencatan senjata tanpa syarat, serta membentuk komite bersama untuk mengawasi situasi perbatasan.
Namun, meski kesepakatan awal telah tercapai, situasi masih cukup sensitif. Kedua negara dituntut untuk terus berkomitmen pada perdamaian agar konflik yang lebih besar dapat dicegah.
Kesimpulan
Konflik Thailand-Kamboja adalah pelajaran berharga tentang bagaimana sejarah, nasionalisme, dan politik bisa saling bertabrakan hingga menimbulkan dampak kemanusiaan yang besar. Di tengah upaya diplomasi yang sedang berlangsung, harapan semua pihak tentu saja agar perdamaian sejati segera tercipta. Karena pada akhirnya, perdamaianlah yang paling dibutuhkan warga kedua negara agar dapat hidup tenang dan damai berdampingan.